Sebut saja aku, wanita tanpa
nama. Bukan maksudku untuk menyembunyikan identitas. Hanya saja, tidak tepat
kalau aku harus menjelaskan identitasku yang sebenarnya. Panggil aku Nona,
begitu memang para lelaki hidung belang di luar sana memanggilku. Sudah dua
tahun lebih, aku menjadi “wanita simpanan” lelaki yang sudah lama ku kenal.
Entah , seingatku dulu dia adalah sosok yang aku segani. Bukan karena
perilakunya, tapi memang dari latar belakangnya. Lelaki yang selalu meminta aku
untuk melayani nafsunya ini, sudah mempunyai anak dari seorang wanita yang
sekarang sudah menjadi mantan istrinya. Anaknya berumur 8 tahun, aku sendiri
tak habis pikir. Laki-laki yang sudah ku anggap sebagai layaknya kakak sendiri
pun akhirnya bisa menjamah tubuhku. Bagaimana bisa, aku yang dulu sangat akrab
dengan anak dan mantan istrinya dan sekarang aku lah yang bermain gila dengan
laki-laki ini.
Mantan istrinya? Tentu tidak
tahu hubungan ini. Sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengan mantan istrinya
si “Mas” begitu aku memanggilnya. Sebenarnya Mas ini sudah menjalani hubungan
dengan wanita lain. Aku sendiri tidak mengenalnya, siapa wanita itu. Kerjaku
kan hanya sebagai “wanita simpanan” jadi buat aku bertanya panjang lebar
tentang hubungan dia dan pacarnya. Kalau kalian pikir aku mencari nafkah dari
kegiatanku ini, kalian salah besar. Aku bukan mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Untuk cemburu dengannya akupun tidak mau, aku menempatkan
diriku sebagai wanita yang tidak terlalu penting untuk hidupnya. Meski sekali
dia pernah mengutarakan isi hatinya padaku. Buat apa? Toh kamu pun sudah punya
pacar. Mungkin itu hanya sekedar ungkapan untuk memberi bumbu di antara
kegiatan sex yang selalu kita lakukan. Setidaknya, aku melakukan ini bukan
untuk laki-laki yang hanya mau melampiaskan nafsunya. Ada sedikit rasa nyaman
di sana, walaupun tetap akhirnya memang untuk memuaskannya.
Aku melakukan ini, karena
keadaan yang membuatku terpaksa. Perasaan kesepian, yang selalu membayangangiku. Laki-laki ini cukup ku kenal
baik, bahkan sangat baik begitu juga dengan keluargaku. Kita memang bukan orang
jauh, lama sekali kita hidup bertetangga hampir 5 tahun. Aku biasa memanggilnya
Mas, dan itu sudah jadi kebiasaanku dulu semasih kecil mengenalnya. Tak ada
perasaan apa-apa dengannya, sampai saat inipun aku masih tetap menganggap dia
sebagai sosok kakak sendiri. Singkat cerita, aku dan dia sudah lama sekali
berubungan. Melakukan hubungan sex pun sudah sering sekali kami lakukan.
Kecanduanku terhadap sex, bukanlah karenanya. Dia adalah kesekian laki-laki
yang meniduriku, menjamahku, menikmati tubuhku.
Seperti yang aku katakan, aku
menjadi seperti ini bukanlah kemauanku. Dulu, buatku mempertahankan keperawanan
itu adalah wajib. Aku terlahir di antara keluaga besar yang sangat baik di mata
orang. Aku tak mau kalau sampai akhirnya, akau harus memepermalukan diri
sendiri, keluargaku, keluarga besarku, terlebih lagi kedua orangtuaku. Namun,
setelah kejadian itu aku bersumpah pada diri sendiri tidak akan mau berkelakuan
baik. Untuk apa, aku berpura-pura layaknya wanita sopan sedangkan aku tidak
lagi perawan. Hal itupunterjadi, sampai aku menemukan laki-laki yang pada saat
itu cukup membuatku mabuk kepayang akan sikap sopannya.
Namanya Dera, dia adalah
tetangga baruku. Saat itu, aku masih mengenakan seragam SMP. Usia kita tidak
terpaut jauh hanya beda 2 tahun. Setiap aku melewati rumahnya, terlihat sosok
laki-laki yang belum ku kenal dekat sedang membersihkan halaman rumahnya.
Sedikit canggung untuk memberi senyuman, karena setauku dia sangat pendiam.
Begitu yang orang katakan tentangnya. Singkat cerita kami pun saling kenal,dan
orangtua ku pun kenal baik orangtuanya. Aku mulai menyukai keadaan ini, kupikir
saat itu dia memberiku sinyal balik atas perasaanku untuknya. Tapi, sayang itu
hanya tanggapanku saja dan tidak dengan kenyataan.
Rasa sayang yang begitu besar
, dan dibalas dengan perbuatan yang sama sekali jauh dari bayanganku. Suatu
hari, aku menganggap kita telah jadian dan aku pikir dia punya perasaan yang
sama terhadapku. Saat itu dia mengajakku pergi, entah dia mengatakan apa dan
akupun mengiyakan. Seperti seseorang yang sedang benar-benar dibutakan oleh
cinta. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, yang selalu menuruti kemauan
Tuannya. Akupun mengiyakan, dan kami pun pergi. Hal yang ada dibayanganku saat
itu dia mengajakku ke tempat tertentu untuk minta dilayani nafsunya. Beberapa
hari setelah kami jadian, dia selalu minta untuk menyetubuhiku. Tapi aku selalu
menolak, karena aku belum yakin sekali dengan perasaannya. Dan benar saja hal
terburuk pun terjadi, apa yang aku bayangkan menjadi nyata. Dia membawaku ke
Hotel, yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Yaaa... hotel...
Di hotel itu, kami tak banyak
bicara. Sesampainya di kamar pun, aku hanya duduk di sofa dan memandang lurus
ke TV. Pikiranku melayang tak menentu, sambil ku dekap tasku seakan aku tahu apa
yang akan terjadi. Dia tidak menggubrisku, dia asik membuat kopi yang sudah
tersedia di kamar Hotel dan langsung membuka laptopnya.
“apa yang akan dia lakukan?” batinku dalam hati.
Selagi aku memikirkan apa yang akan dia lakukan, saat itu
diapun menghampiriku. Memelukku dari belakang, menciumiku dengan penuh nafsu
dan aku tahu tidak ada cinta di hatinya. Dia menarikku ke kasur, menutup horden
hotel, mematikan lampu dan mulai melucuti pakaianku satu persatu.
“Tuhan, apa yang aku lakukan? Bahkan aku membiarkan
laki-laki ini menjamah tubuhku. Laki-laki yang tidak menyayangiku sama
sekali..”
Dalam hati aku menjerit, tak tahan akan perlakuannya. Aku
tidak nyaman dengan perbuatannya, ciumannya pun bahkan menyakitkan, tidak
seperti sepasang kekasih yang benar-benar mencintai. Satu jam berlalu, dia menghentikan
aktifitas hina itu. Setelah menikmati tubuhku, diapun keluar kamar untuk
membeli makanan. Dalam keadaan masih terbujur di tempat tidur, akupun
memandangi tubuhku. Hina sekali pikirku. Siapa dia, kau selayaknya pelacur yang
mau dipermainkan lelaki hidung belang.
“astaga,apa yang sudah aku lakukan?..” pikiranku
melayang, tak tahu harus berbuat apa. Bahkan memandang tubuhku pun aku tak
sudi.
Menangis, sudah pasti. Sangat sakit, perasaan batinku
saat itu. Sambil menutupi tubuhku dengan selimut akupun ke kamar mandi dan
kembali mengenakan bajuku. Aku pikir sudah waktunya pulang, toh dia sudah puas
sekali menikmati ku satu jam. Tapi tak lama suara ketukan pintu terdengar.
“tok tok..”
“siapa?” tanyaku
“ini Dera, buka pintunya cepet” dia menjawab dengan agak
ketus.
Akupun membukakan pintu, dan kembali duduk di sofa
menonton televisi.
“loh, kok udah rapi? emang udah mau pulang Non?” tanyanya
karena melihatku yang sudah rapi
“iyalah, udahan kan?” aku bertanya balik.
“belom, baru jam berapa. Buru-buru amat sih, gue kan
nginep di sini. Ntar maleman aja lo pulangnya yaa..” bujuknya sambil memberiku,
sekaleng minuman ringan.
*******
Malam pun tiba, entah apa yang
dia pikirkan. Mungkin nafsunya kembali memuncak, segera dia mematikan lampu dan
mendekatiku. Dia kembali meyetubuhiku, menyalurkan nafsunya dan lebih agresif
kali ini. Aku... ya aku menurutinya saat itu, karena saat itu aku pikir aku ini
pacarnya dan aku tak bisa mengelak. Walaupun tahu, dia tidak pernah
mencintaiku. Saat kami sedang asik bergumul, aku merasakan ada yang aneh. Sakit
sekali di bagian bawah sana, seperti ada yang terkoyak dan dipaksa. Aku tak
tahu apa yang dia lakukan, sampai aku memberanikan diri untuk menengok sebentar
ke bawah.
“darah??!!” teriakku histeris.
Kulihat jelas di wajah dan jarinya, banyak bekas darah.
Aku mendorongnya keras hingga dia terjatuh. Ku lihat jelas di atas seprai
berwarna putih itu banyak sekali noda darah. Hal yang aku takutkan terjadi, hal
yang selama ini kujaga harus hilang dan di ambil oleh lelaki yang hanya mau
mempermainkanku.
“apa yang telah dia lakukan? Keperawannku? ...” batinku
hancur, aku menangis sejadiku.
Di dalam kamar mandi, sesekali aku melihat tubuhku di
depan cermin. Dan melihat bercak darah di selangkanganku. Aku menangis
sejadinya, perasaanku melayang tak tentu arah. Pikiranku hilang, seperti
kehilangan sesuatu yang sangat tidak ingin kulepas begitu saja. Rasa dendam
muncul, seakan mengetahui jelas targetku.
“Tuhan. Berikan dia balasan yang setimpal karena perlakuannya
padaku..” batinku berdoa..
Entah, sosoknya yang dulu sangat aku kagumi seketika
berubah menjadi sosok yang sangat ingin aku hancurkan. Tanpa dosa, dia berlagak
seakan tidak ada yang terjadi. Aku tak habis pikir dia tega berbuat seperti ini
padaku. Apa yang pernah aku lakukan padanya, sehingga nampak sekali wajahnya
yang penuh dengan kepuasan. Seakan memberi tahu
“Iam the winner..”
Setelah kejadian memalukan
itu, hingga saat ini aku tak pernah bertemu dengannya. Hanya sesekali, itupun
karena aku masih menghormati keluarganya terutama ibunya. Setiap bertemu pun,
kami tidak saling menyapa kecuali di hadapan ibunya. Kami saling sapa seakan
tidak ada yang pernah terjadi, jauh di dalam hati ini ingin sekali aku
berteriak depan wajahnya. Untuk memberi tahu seberapa sakit yang aku rasakan
saat itu. Tapi sayang, aku terlalu baik. Aku telah belajar melupakannya, untuk
apa aku bersumpah untuk kelakuannya. aku hanya ingin menghormati keluarganya,
yang sudah ku anggap seperti keluarga sendiri.
Bukan berarti aku
mengikhlaskan, aku hanya belajar tidak menjadi pedendam. Toh, Tuhan tidak tidur
dan aku percaya cepat atau lambat dia kan mendapat balasan. Aku percaya karma.
Sejak saat itu, aku tak lagi berharap banyak untuk masa depanku. Apa tujuan
hidupku, dan enggan meneruskan mimpiku. Semua buyar, karena perlakuannya
padaku. Semua seakan menjadi mimpi buruk, dan akan selalu buruk untuk
selamanya.
Batinku kesal...
Hatiku terkoyak...
Jiwaku sakit, sangat sakit..
Menjadi bayangan
buruk yang akan terus aku ingat. Tersimpan nyata di dalam memori. Aku
bersumpah, tidak akan pernah menjadi wanita baik-baik.
Setelah kejadian itu,
kelakuanku makin tidak terarah dan tidak karuan. Semua yang aku lihat tidak
lagi berharga. Untuk itu aku memutuskan untuk menjadi ‘nakal’ . nakalku pun,
bukan seperti wanita panggilan yang setiap melakukan hubungan sex dibayar. Aku
hanya kehilangan arah, kehilangan harap. Semua kelakuanku dulu sia-sia, aku
baik saja masih bisa dinakali laki-laki. Dan, apa yang kulakukan sekarang
hanyalah untuk membuatku senang. Aku bukan wanita panggilan, aku hanya “wanita
simpanan” laki-laki tertentu. Setiap kali aku menjalani hubungan pun, aku
membiarkan mereka menyetubuhiku. Buat apa pikirku? Aku sudah tidak perawan
untuk apa dipertahankan lagi. Dan hal ini lah yang menjadi tempat pelampiasan
akan penatnya hidupku.
Mungkin Tuhan enggan memberiku ampunan..
Mungkin Tuhan enggan memberiku sedikit kasihnya..
Mungkin Tuhan sudah muak dengan semua kelakuanku..
Mungkin juga, Tuhan tak lagi mau mendengar doa dari
setiap batinku yang tersiksa..
Ini bukan mauku, menjadi
wanita simpanan. Selalu disakiti banyak lelaki. Selalu dijadikan tempat
melampiaskan nafsu lelaki. Aku yang sekarang, sungguh sulit untuk melapaskan
kebiasaan ini. Aku tak mau mempermalukan keluargaku atas apa yang aku perbuat
selama ini. Mungkin sekarang, aku ini “perempuan nakal” . berbuat hal yang
seharusnya tidak kulakukan. Tapi semua sudah terlanjur, yang mereka tahu tentangku
hanya... aku adalah perempuan baik, yaaa perempuan baik...
Nona J